Tidak semua perjalanan dimulai dari tiket dan koper. Ada yang bermula dari doa panjang di sepertiga malam, dari air mata harapan, dan dari keyakinan bahwa Allah سبحانه وتعالى akan memanggil ketika waktunya tiba. Begitulah kisahku—perjalanan menuju Tanah Suci lewat jalur umroh mandiri, yang akhirnya membuka mata dan hatiku tentang arti sesungguhnya dari niat, sabar, dan tawakal.

Beberapa tahun lalu, aku sempat berpikir ibadah ke Tanah Suci hanya untuk mereka yang berlebih secara materi. Tapi setelah banyak belajar dan mendengar kisah orang-orang yang berangkat dengan perjuangan, aku sadar: yang paling penting bukan kemampuan, tapi kemauan. Dan dengan adanya tren umroh mandiri, kini semakin banyak umat Muslim yang bisa berangkat tanpa harus bergantung penuh pada biro besar.

Berawal dari Tekad dan Uang Receh

Aku mulai dari langkah kecil: menabung uang receh. Ya, benar-benar receh—sisa belanja harian, kembalian parkir, atau uang koin yang biasanya tercecer di tas. Tapi lama-lama, jumlahnya mengagetkanku. Dari receh jadi ratusan ribu, lalu jutaan.

Selain itu, aku juga menerapkan sistem auto saving setiap bulan. Begitu gajian, otomatis sebagian langsung masuk ke rekening tabungan khusus ibadah. Cara ini membuatku tak tergoda untuk menggunakannya. Aku bahkan menamai rekening itu “Menuju Baitullah”, agar setiap kali membuka aplikasinya, aku selalu diingatkan pada tujuan utama.

Menabung bukan sekadar urusan angka, tapi juga latihan menundukkan hawa nafsu. Aku belajar menunda keinginan duniawi, menggantinya dengan harapan ukhrawi.

Belajar Mengatur Segalanya Sendiri

Begitu tabungan cukup, aku mulai mencari tahu detail teknis keberangkatan. Berkat kemudahan internet, kini banyak panduan dan komunitas yang membahas tentang umroh mandiri—mulai dari pemilihan penerbangan, hotel, hingga rencana ibadah harian.

Namun, untuk urusan administrasi resmi, aku tetap berhati-hati. Aku memilih menggunakan jasa visa umroh mandiri yang sudah berizin resmi dari pemerintah Saudi. Dengan begitu, dokumenku aman, prosesnya cepat, dan aku tetap tenang selama persiapan.

Mengatur perjalanan sendiri ternyata mengajarkanku banyak hal: disiplin, tanggung jawab, dan perencanaan yang matang. Setiap langkah terasa bermakna karena aku ikut berjuang menyiapkannya dari nol.

Jangan Salah Fokus dalam Ibadah

Saat akhirnya tiba di Tanah Suci, semua perjuangan terasa sepadan. Namun, di balik rasa haru dan syukur itu, ada satu hal penting yang kupelajari: jangan salah prioritas.

Aku melihat banyak jamaah begitu sibuk mengambil foto, menyiarkan perjalanan mereka di media sosial, hingga lupa memperbanyak dzikir. Padahal, ibadah ini bukan tentang dokumentasi, tapi tentang kedekatan dengan Allah سبحانه وتعالى.

Aku pun mengingatkan diriku sendiri. Aku datang bukan untuk gaya hidup rohani, tapi untuk memperbaiki hati. Setiap tawaf, setiap sa’i, setiap doa di bawah langit Makkah adalah kesempatan untuk memperbarui hubungan dengan Sang Pencipta.

Keutamaan ibadah di Tanah Suci terlalu agung untuk disia-siakan. Jangan biarkan kesibukan dunia menghalangi tujuan utamamu—yakni mencari ridha-Nya.

Tips Penting untuk Perjalanan Mandiri

Dari pengalaman pribadi, berikut beberapa hal penting yang bisa jadi bekal bagi siapa pun yang ingin mencoba jalur ini:

  1. Pilih layanan resmi. Gunakan jasa visa umroh mandiri terpercaya agar perjalananmu legal dan aman.

  2. Riset mendalam. Baca pengalaman jamaah lain sebelum memilih hotel atau maskapai.

  3. Bawa uang tunai secukupnya. Jangan terlalu banyak agar tidak repot, gunakan kartu atau aplikasi keuangan syariah.

  4. Gunakan pakaian yang simpel dan nyaman. Fokus pada ibadah, bukan penampilan.

  5. Pelajari doa dan manasik. Agar setiap amalan dilakukan sesuai sunnah Rasulullah ï·º.

Saat Semua Doa Terkabul

Aku masih ingat momen itu—berdiri di depan Ka’bah, tubuh gemetar, air mata tak berhenti mengalir. Aku hanya bisa berucap, “Ya Allah, ini aku. Yang dulu menabung receh, yang dulu ragu, yang kini Engkau izinkan datang.”

Semua rasa lelah terbayar lunas. Di hadapan Baitullah, tak ada yang lebih besar dari rasa syukur. Aku sadar, perjalanan ini bukan sekadar soal uang, tapi tentang perjuangan iman.

Kini, setelah pulang, aku merasa jadi pribadi yang baru. Lebih tenang, lebih sabar, dan lebih yakin bahwa Allah سبحانه وتعالى selalu menepati janji-Nya. Siapa pun yang berniat sungguh-sungguh untuk berangkat, pasti akan dimudahkan jalannya.


Kalau kamu saat ini masih bermimpi bisa sampai ke sana, jangan ragu. Mulailah dari langkah kecil: menabung, berdoa, dan belajar. Karena tidak ada jarak yang terlalu jauh bagi hati yang sungguh-sungguh ingin bertemu dengan Tuhannya.
Dan ketika panggilan itu datang, percayalah—kamu akan menangis bahagia, seperti aku dulu.